√ TROPHY UNTUK DAI KECIL TERBAIK - KANG INU



Selasa, 26 Juni 2012

TROPHY UNTUK DAI KECIL TERBAIK

“Tidak lupa sekali lagi, mari kita tingkatkan pendalaman terhadap Al-Qur’an dan Al-Hadits, baik itu tentang pemahaman maknanya, lebih-lebih tentang Baca tulisnya sesuai dengan umur kita, dengan lebih banyak dating ke majelis-majelis ilmu yang banyak kita jumpai di sekitar kita! Baik di TPA, Sekolah dan semua bentuk pengajian!!” Itulah kalimat terakhir yang aku tegaskan sebagai penutup pidatoku sebelum ku akhiri dengan salam. Rasa puas dan tak lupa Puji syukur ku ucapkan dengan mengucap Hamdalah dengan suara lirih sambil ku dekapkan kedua telapak tanganku sebagai penghilang rasa grogi yang meski sudah ku usahakan agar terbuang jauh tapi tetap saja mengganggu pidatoku, apalagi ini adalah kali pertama aku mengikuti lomba pidato, meski hanya di tingkat TPA tempatku belajar mengaji di masjid desaku, yah TPA Cahaya Ilahi setahun sekali mengadakan banyak macam lomba untuk menciptakan daya saing kami dalam belajar yang salah satu cabang lombanya adalah pidato dengan Istilah “Dai kecil desa”.
“Akhirnya, setelah sepekan lebih berlatih dengan orang tuaku, penampilanku tadi cukup memuaskan, terlihat dari tatap kagum dan para penonton dari orang tua wali santri dan tamu undangan dan gemuruh tepuk tangan mereka setelah ku selesaikan pidatoku. Sambil menunggu pengumuman pemenang yang jadwalnya di lakukan satu jam setelah lomba selesai, aku duduk santai di kursi yang disediakan untuk para peserta yang dipisahkan dengan penonton. Saking santainya aku lupa kalau aku tidak ditemani Ibu dan Ayahku, karena memang peserta tidak boleh ditemani orang tuanya saat lomba berlangsung. “Peserta terbaik ketiga lomba Dai kecil desa, adalah peserta dengan total nilai 39, diraih oleh peserta dengan nomor undi, sebelas!” terdengar panitia lomba mengumumkan pemenang lomba dari urutan ketiga dengan menahan penyebutan nomor undi pemenangnya di akhir kalimatnya tadi yang tentu saja disambut gegap gembita dari peserta yang meraihnya dan para penonton pendukungnya yang hamper tidak merasakan kalau nafas mereka tertahan saking tegangnya menunggu pengumuman peserta terbaik dalam lomba ini. Jantungku berdegup kencang mendengar bukan nomorku yang disebut, meski ada peserta terbaik satu dan dua yang belum disebutkan. “Ya Allah, hanya kepadamu aku meminta, kalau yang terbaik bagiku adalah menjadi peserta terbaik satu atau dua, anugerahkanlah, tapi kalau yang terbaik bagiku tidak mendapat keduanya, berilah aku hal yang lebih baik dari keduanya” doaku berkali-kali tanpa sadar aku ucapkan. “Penonton yang terhormat, peserta dengan total nilai 50 adalah peserta yang mendapatkan juara peserta terbaik dua, yaitu peserta dengan nomor undi sepuluh!”. Akhirnya kalimat pendek itu selesai diucapkan oleh panitia lomba, meski bagiku yang menunggu dan sangat berharap namaku disebut, kalimat itu seakan sangat panjang sekali saking tegangnya aku mendengar pengumuman itu. Tapi, lagi-lagi bukan nomor undiku yang disebut. Jantungku berdetak lebih kencang lagi setelah peserta terbaik tiga dan dua disebutkan tapi aku belum mendapatkan salah satunya. Tidak bisa dipungkiri, menjadi peserta terbaik adalah anugerah tersendiri dari Allah SWT yang sangat diharapkan oleh semua peserta lomba apapun, meski saya sendiri sedari awal sudah memutuskan bahwa belajar dan berlatih bicara didepan orang banyak adalah tujuan utama mengikuti mengikuti lomba ini. “Peserta terbaik pertama lomba Dai kecil diraih oleh,” Suara Panitia itu terdengar lagi dan langsung menyebut peserta terbaik satu, meski kemudian dia menahan penyebutan nomor undi peserta yang berhak mendapatkannya, seakan berusaha memperlambat penyebutannya yang ku kira hanya untuk menambah seru suasana yang sudah begitu menegangkan.”peserta dengan nomor undi 18 dengan total nilai 82 atas nama Qosim” terdengar panitia melanjutkan kalimatnya yang terputus tadi, yang bagiku kalimat susulan ini malah memutus nafasku meski sementara. Langsung aku mengangkat tubuhku bangun dari dudukku di kursi hendak bersujud syukur kepada Allah SWT, akhirnya, aku mendapat anugerahNya yang bagiku adalah anugerah terbesar sampai saat ini. Ternyata, badanku panas dingin dan tubuhku pun seperti tidak bertulang, akibatnya, rencana sujud syukurku berantakan, tubuhku malah ambruk ke lantai. “Kamu tertidur yah?”, Tanya orang yang membangunkanku yang ternyata adalah temanku sesame peserta lomba pidato. Karena malu dan gugup, aku malah diam tidak menjawab. “Ya Allah, ternyata tadi aku ketiduran dan bermimpi”, batinku dalam hati. “Jadi, tiga peserta terbaik tadi, cuma mimpi?” lanjutku dalam hati menanyakan pada diriku sendiri. “Mari kita pulang!” ajak temanku melanjutkan. “tadi panitia sudah membacakan peserta terbaik satu, dua dan tiga, kamu dan saya bukan salah satu dari tiga peserta yang beruntung itu” lanjutnya seakan tahu aku ingin bertanya pemenang lomba ini. “Mari,” jawabku setelah menyapukan pandangan ke penonton yang belum pulang dan ternyata orang tuaku sudah tidak ada. Kami pun pulang bersama dengan langkahku yang sedikit limbung karena tertidur tadi. Rupanya temanku pun menyadari kalau aku masih mengantuk dan tidak baik jika diajak ngobrol, makanya di jalan dia tidak mengajakku ngobrol sama sekali. Sesampai di pertigaan, karena kami berbeda arah rumah, kami pun berpisah dengan sebelumnya kami berjabat tangan dan mengucapkan salam. Dengan langkah sedikit gontai, ku lanjutkan langkahku. Yah, tinggal 60 meteran lagi aku sampai rumahku. Sesampai di rumah, setelah mengucap salam dan membuka pintu, aku langsung mencari kedua orang tuaku untuk berjabat tangan sebagai tanda hormatku pada mereka. Ternyata mereka sedang di ruang makan. “Assalamu’alaikum”, ucapku pada keduanya sambil mengambil tangan mereka dan menciumnya. “Wa’alaikumus salam”, jawab mereka sambil menyodorkan tangan mereka untuk ku jabat dan aku cium. “Qosim, buka bungkusan itu!” perintah ayahku pelan sambil menunjukkan bungkusan yang ada di atas meja. “Apa ini yah?” tanyaku penasaran. “di buka saja!” jawab ayahku langsung seakan ingin membuat kejutan buatku. “Bismillah...” ucapku sambil membuka bungkusan itu. “Ya Allah, ini trophy buat qosim yah?” tanyaku kaget karena ternyata isinya trophy dengan tulisan Dai Kecil Terbaik. “Ko tidak tanya ibu?”, ibuku menyahuti. “Yah sudah, biar ibu saja yang menjawab” ayahku menjawab dengan bijak. “Ini trophy buat siapa bu?” Tanya sekali lagi karena ingin cepat tahu ada apa. “Ini adalah Trophy untuk dai terbaik menurut Ayah dan Ibu, dan yang berhak menerima adalah kamu. Kamu masih ingat kan arti dai terbaik?” Jawab ibuku sambil bertanya kepadaku. Aku langsung teringat penjelasan ibu ketika aku meminta restunya untuk ikut lomba pidato Dai kecil desa ini. Ibu menjelaskan kepadaku bahwa Dai terbaik adalah dai yang bisa menyampaikan suatu hal dan juga yang terdepan dalam melaksanakannya, bukan Dai yang hanya bisa menyampaikan dan tidak pernah melaksanakan dan mengamalkan yang disampaikan. Bukankah Allah SWT berfirman “Kaburo maqtan ‘indallahi an taquluu maa laa taf’aluun” Sangat besar kebencian Allah ketika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. Aku sangat terharu dan langsung ku peluk ayah dan ibuku satu persatu. “Ya Allah, Terima kasih atas Hadiah ini, ternyata doaku dalam mimpi tadi siang terkabulkan. Meski aku tidak mendapat hadiah di lomba tadi, Engkau telah menggantinya dengan yang lebih baik dari itu”.

Get notifications from this blog