√ JANGAN MAU DIDIKTE! - KANG INU



Jumat, 27 September 2013

JANGAN MAU DIDIKTE!

Saat tema yang dijadikan judul tulisan ini saya di posting status Facebook dengan tulisan “Coming Soon”, seorang sahabat lama mengomentari dengan menulis “Suruh menghapal saja”, katanya serius. Yah, dia memang teman sesama pengajar di sebuah TPA di kota Semarang saat sama-sama kuliah di IAIN Walisongo, jadi maklum kalau dia mengasosiasikan status tema ini sebagai “dikte” dalam arti membacakan tulisan sebagai ganti menulis di papan tulis. 
Well, bukan itu yang saya maksudkan. Arah pembicaraan saya lebih tertuju pada sisi buruk jika kita mau disetir oleh orang lain, apalagi kita betul-betul menyadari hal itu. Yah, jika kita menyadari kita disetir orang lain dan kita tetap melaksanakannya, itu bukanlah masalah yang perlu dirisaukan karena itu indikasi ada yang terganggu pada syaraf kita yang membuat kita bukan lagi obyek hukum baik hukum di dunia ataupun hukum Allah nanti di hari pembalasan karena kita sudah dipastikan berlabel “tidak waras” atau paling tidak sudah cukup syarat untuk dikatakan seperti itu. Susahnya, seringkali kita tidak menyadari bahwa kita sedang didikte oleh orang lain entah itu karena kepolosan kita atau karena keterbatasan pengetahuan kita. Lah, di sinilah sebenarnya titik awal tema ini dimulai. 
Sudah menjadi pengetahuan umum, kita sebagai manusia diberi kemampuan untuk merespon apapun yang menjadi situasi tempat kita berada. Nah respon inilah yang seringkali diluar kontrol kita dan ternyata menjadi hal yang membelenggu kebebasan mengaktualisasikan diri dan kita hanya didikte oleh orang yang berurusan atau bersinggungan dengan kita. 
Saat kita bertemu dan berurusan dengan orang yang temperamental, tanpa sadar kita mau saja didikte orang tersebut untuk ikut-ikutan menjadi pemarah atau bahkan lebih tidak bisa mengendalikan diri kita dibanding orang tersebut. Padahal, sebagai makhluk yang diberi anugerah akal sehat seharusnya kita bisa menahan diri dan tidak ikut-ikutan menjadi pemarah dan menutup pintu solusi lain selain marah. 
Contoh lain, saat kita berkewajiban dan memang seharusnya saling menyapa sesama warga masyarakat atau teman-teman kita dan ternyata kita bertemu dengan orang yang bersikap acuh atau bahkan tidak menghiraukan sapaan kita, hampir bisa dipastikan diluar kesadaran, kita didikte orang tersebut untuk ikut menjadi orang yang “egois” atau istilah lain yang lebih mengambarkan situasi seperti ini yang membuat kita tidak jadi menyapanya dan pura-pura tidak tahu. Padahal, kalau kita punya kearifan dan prinsip hidup, seharusnya kita tetap menyapanya. Entah nanti hasilnya itu dia tetap dengan keegoisannya atau syukur-syukur malah kita yang berhasil mendiktenya sehingga dia bisa merubah sifat buruknya, yang penting kita tetap punya prinsip hidup yang kuat dan tidak kalah dengan sikap buruk orang lain.
Dikerjai balas mengerjai (marah), dipuji menjadi tinggi hati, dimusuhi balas memusuhi dan masih banyak contoh lain yang menggambarkan begitu mudahnya kita didikte orang lain tanpa kita menyadarinya, belum contoh-contoh gaya hidup seperti teman naik motor kita ikut naik motor, teman pacaran kita ikut pacaran dll. 
Masih ingat cerita Nabi Muhammad SAW yang terus memberi makan(berbuat baik) kepada seorang buta yang mencaci maki namanya (muhammad) tanpa henti dan tidak tahu bahwa orang yang memberi makan dia setiap hari adalah orang yang dia caci maki?.
Yah, Nabilah Uswah sejati dan terbaik bagi kita yang sudah dengan indah mencontohkan bagaimana mempertahankan prinsip hidup dalam berbagai keadaan yang dianggap tidak memungkinkan. So, be Your Self! Jangan biarkan orang lain mendikte kita dan seenaknya membentuk kita menjadi pribadi yang berkepribadian buruk.
Akhir september '13, Sendang Cahyowati Ngreco Weru Sukoharjo 

Get notifications from this blog