√ HALAL ITU KITA (I) - KANG INU



Kamis, 19 Maret 2015

HALAL ITU KITA (I)

Sahabat blogging, adalah seorang ulama bernama Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali al Marwazi ulama terkenal di makkah yang menceritakan bahwa suatu ketika, setelah selesai menjalani salah satu ritual haji, ia beristirahat dan tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi melihat dua malaikat yang turun dari langit. Ia mendengar percakapan mereka, “Berapa banyak yang datang tahun ini?” tanya malaikat kepada malaikat lainnya.
“Tujuh ratus ribu,” jawab malaikat lainnya. “Berapa banyak mereka yang ibadah hajinya diterima?” “Tidak satupun” Percakapan ini membuat Abdullah gemetar. “Apa?” ia menangis dalam mimpinya.
“Semua orang-orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia -sia?” Sambil gemetar, ia melanjutkan mendengar cerita kedua malaikat itu.
“Namun ada seseorang, yang meskipun tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni . Berkat dia seluruh haji mereka diterima oleh Allah.” “Kok bisa” “Itu Kehendak Allah” “Siapa orang tersebut?” “Sa’id bin Muhafah, tukang sol sepatu di kota Damsyiq (damaskus sekarang)” Mendengar ucapan itu, ulama itu langsung terbangun. Sepulang haji, ia tidak langsung pulang kerumah, tapi langsung menuju kota Damaskus, Siria. Sampai disana ia langsung mencari tukang sol
sepatu yang disebut Malaikat dalam mimpinya. Hampir semua tukang sol sepatu ditanya, apa memang ada tukang sol sepatu yang namanya Sa’id bin Muhafah. “Ada, ditepi kota” Jawab salah seorang sol sepatu sambil menunjukkan arahnya. Sesampai disana ulama itu menemukan tukang sepatu yang berpakaian lusuh, “Benarkah anda bernama Sa’id bin Muhafah?” tanya Ulama itu “Betul, siapa tuan?” “Aku Abdullah bin Mubarak” Said pun terharu, "bapak adalah ulama terkenal, ada apa mendatangi saya?” Sejenak Ulama itu kebingungan, dari mana ia memulai pertanyaanya, akhirnya iapun menceritakan perihal mimpinya. “Saya ingin tahu, adakah sesuatu yang telah anda perbuat, sehingga anda berhak mendapatkan pahala haji mabrur?” “Wah saya sendiri tidak tahu!” “Coba ceritakan bagaimana kehidupan anda selama ini Maka Sa’id bin Muhafah  ercerita. “Setiap tahun, setiap musim haji, aku selalu mendengar Labbaika Allahumma labbaika. Labbaika la yarika laka labbaika. Innal hamda wanni’mata laka wal mulka laa syarika laka. Ya Allah, aku datang karena panggilanMu.Tiada sekutu bagiMu. Segala ni’mat dan puji adalah kepunyanMu dan kekuasaanMu. Tiada sekutu bagiMu. Setiap kali aku mendengar itu, aku selalu menangis Ya allah aku rindu Mekah Ya Allah aku rindu melihat kabah Ijinkan aku datang…..ijinkan aku datang ya Allah..
Oleh karena itu, sejak puluhan tahun yang lalu setiap hari saya menyisihkan uang dari hasil kerja saya, sebagai tukang sol sepatu. Sedikit demi sedikit saya kumpulkan. Akhirnya pada tahun ini, saya punya 350 dirham, cukup untuk saya berhaji.“Saya sudah siap berhaji” “Tapi anda batal berangkat haji” “Benar” “Apa yang terjadi?” “Istri saya hamil, dan sering ngidam. Waktu saya hendak berangkat saat itu dia ngidam berat” “Suami ku, engkau mencium bau masakan yang nikmat ini? “ya sayang” “Cobalah kau cari, siapa yang masak sehingga baunya nikmat begini. Mintalah sedikit untukku” "Ustadz, sayapun mencari sumber bau masakan itu. Ternyata berasal dari gubug yang hampir runtuh. Disitu ada seorang janda dan enam anaknya. Saya bilang padanya bahwa istri saya ingin masakan yang ia masak, meskipun sedikit. Janda itu diam saja memandang saya, sehingga saya mengulangi perkataan saya Akhirnya dengan perlahan ia mengatakan “tidak boleh tuan” “Dijual berapapun akan saya beli” “Makanan itu tidak dijual, tuan” katanya sambil berlinang mata. Akhirnya saya tanya kenapa? Sambil menangis, janda itu berkata “daging ini halal untuk kami dan haram untuk tuan” katanya. Dalam hati saya: Bagaimana ada makanan yang halal untuk dia, tetapi haram untuk saya, padahal kita sama-sama muslim? Karena itu saya mendesaknya lagi “Kenapa?” “Sudah beberapa hari ini kami tidak makan.
Dirumah tidak ada makanan. Hari ini kami melihat keledai mati, lalu kami ambil sebagian dagingnya untuk dimasak.“Bagi kami daging ini adalah halal, karena andai kami tak memakannya kami akan mati kelaparan. Namun bagi Tuan, daging ini haram". Mendengar ucapan tersebut spontan saya menangis, lalu saya pulang. Saya ceritakan kejadian itu pada istriku, diapun menangis, kami akhirnya memasak makanan dan mendatangi rumah janda itu. “Ini masakan untuk mu” Uang peruntukan Haji sebesar 350 dirham pun saya berikan pada mereka.” Pakailah uang ini untuk mu sekeluarga. Gunakan untuk usaha, agar engkau tidak kelaparan lagi”
Ya Allah……… disinilah Hajiku
Ya Allah……… disinilah Mekahku.
Mendengar cerita tersebut Abdullah bin Mubarak tak bisa menahan air mata. “Kalau begitu engkau memang patut mendapatkannya".
Sahabat blogging tercinta, bukan tentang infak Said bin Muhafah yang menjadi inti cerita yang ingin saya bicarakan di sini, tapi tentang perkataan perempuan tadi yang mengatakan “Makanan ini halal buat kami tapi haram buat anda” dan tidak membolehkan Said untuk membelinya meski Said mau membayarnya berapapun yang dikehendaki perempuan tadi.
Sobat blogging tercinta, Allah SWT berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (١٧٢)إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّهِ فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلا عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (١٧٣(

Sobat blogging, jelas sekali pada dua ayat di surat Al baqarah tersebut Allah SWT memerintahkan kita untuk hanya memakan dan mengkonsumsi rizki darinya berupa hal-hal yang thoyyib atau baik. Thoyyib kalau menurut penjelasan dari para ulama adalah baik dalam artian makanan itu bermutu serta tidak membahayakan kesehatan.
Kemudian, setelah Allah menyuruh kita hanya memakan hal-hal yang thoyyib dari rizkinya, Allah menekankan dan sekali lagi menegaskan pada kita akan keharaman atau larangan untuk memakan bangkai, darah, daging babi dan binatang yang disembelih dan diperuntukkan/disembahkan untuk selain Allah.
Sekali lagi sangat jelas sekali pada ayat kedua ini Allah mewanti-wanti pada kita untuk menjauhkan diri kita dari hal-hal yang telah dilarangnya yang pada ayat tadi menyebutkan empat hal, meski memang di akhir ayat Allah SWT memberi kelonggaran pada hambanya yang dalam posisi darurat/terdesak untuk memakan hal-hal tersebut dengan syarat tidak menginginkan dan berlebihan dalam memakannya.
Sobat blogging tercinta, kalau secara kasat mata, mungkin kita semua bisa menghindari hal-hal tersebut dengan mudah. Kesulitan sebenarnya ada pada bagaimana kita menghindari dari hal-hal tersebut dengan semampu kita, bahkan untuk hal yang tidak kasat mata.
Fenomena sekarang dengan membaurnya semua kebudayaan kuliner, hampir semua kuliner dunia ada di sekitar kita. Tak jarang istilah Swike, siomay cu nyuk, dwaeji-bulgogi dan lain-lain seringkali dikonsumsi oleh masyarakat muslim karena ketidaktahuan arti makanan-makanan haram tersebut ditambah penjual juga tidak proaktif untuk memberi kejelasan arti makanan-makanan tersebut.
Sobat blogging tercinta, belum selesai persoalan makanan, kita juga punya persoalan serius di urusan obat-obatan. Seringkali karena terdesak dan keinginan cepat sembuh, masyarakat kita menghalalkan segala cara untuk menyembuhkan sakitnya.
Padahal kalau kita mau membaca ayat tadi dengan teliti, jelas sekali Allah SWT hanya memberi keringanan untuk memakan barang haram hanya jika terdesak dan dengan syarat tidak menginginkan dan sekadarnya. Jadi tidak boleh ada alasan terdesak tapi dihati kita juga ada keinginan untuk mengkonsumsinya atau mengkonsumsinya dengan berlebih.
Sobat blogging, persoalan obat-obatan adalah persoalan sangat serius karena semua manusia pasti merasakan sakit. Persoalan obat-obatan sekarang bukan melulu soal bahan-bahan obatnya, tapi juga sudah merambah ke cangkang kapsul, campuran obat syrup dan lain-lain. 
Produksi obat adalah bisnis besar yang seringkali membuat para produsennya membuat cara sedemikian rupa untuk meminimalkan ongkos produksi dan meraup untung sebanyak-banyaknya tanpa memperdulikan halal atau tidaknya produk yang dia buat. Bukan rahasia lagi, semisal, cangkang obat yang terbuat dari unsur babi lebih murah dari pada yang terbuat dari unsur lainnya.
Nah, dari situ sobat blogging, kita sebenarnya sudah tahu apa langkah yang harus kita lakukan untuk menjaga diri kita hal-hal yang diharamkan leh Allah SWT. (bersambung)




Get notifications from this blog

1 komentar