√ SANG GURU MISTERIUS - KANG INU



Senin, 28 Februari 2022

SANG GURU MISTERIUS

Sebut saja namanya Kang Dul, begitu panggilan yang lebih disukainya. Sebenarnya namanya Abdullah, tapi karena dia lebih menyukai dipanggil dengan kang Dul, kami orang-orang kampung memanggilnya dengan sebutan itu, bukan Ustadz Abdullah. Yah, dia mempunyai pemikiran berbeda tentang islam, baginya Islam bukan tentang sebutan-sebutan yang berbau arab semisal Abdullah atau nama panggilan yang menggunakan awalan Abi atau Abu seperti Abi Nayla, Abu Tarmidzi atau lainnya.
“Saya tidak risih dengan nama-nama atau sebutan-sebutan tersebut. Yang pasti, saya lebih suka dipanggil dengan sebutan masyarakat kita pada umumnya. Bagiku, meski panggilan-panggilan itu menjadi identitas sebagian muslim indonesia, itu bukan keharusan apalagi kewajiban. Toh kalian kan tahu dengan nama Abu jahal? Atau seorang yang dipanggil Abu lahab? Bagaimana sepak terjang mereka di masa lalu? Tapi itu tadi, kalaupun ada yang menggunakan sebutan-sebutan itu, saya tidak masalah. Meskipun kalau secara pribadi saya lebih menganjurkan menggunakan sebutan khas Indonesia saja”, begitu ucapnya saat saya menanyakan kenapa dia lebih suka dipanggil Kang Dul.
“Apalagi konteks sekarang lebih berbeda, khususnya di negeri kita. Sudah banyak konflik-konflik kecil di masyarakat kita yang meski penyebabnya banyak hal, tapi seringkali pemahaman islam sebagai suatu simbol-simbol dan pelaksanaan tekstual terhadap ajaran-ajarannya seringkali ikut berkontribusi, meski sedikit, dalam menyulut konflik-konflik itu. Padahal Islam itu pada dasarnya adalah Rahmatan Lil “alamin, rahmat bagi alam semesta”, ucapnya melanjutkan alasan.
Sebenarnya kalau disuruh memilih, kami lebih senang memanggilnya Ustadz Abdullah atau Ustadz Abu kamal mengingat anaknya bernama kamal, kan kelihatan lebih keren dan kelihatan lebih islami menurut kami. Tapi karena beliau meminta dipanggil kang Dul, kami pun terpaksa menurutinya.
Dia adalah pengajar anak-anak di surau kecil di kampung kami sekaligus menjadi Imam shalat berjamaah dan semua kegiatan keagamaan lainnya. Yah begitulah kesibukannya di sela-sela pekerjaannya berjualan di warung kecil di dekat rumahnya.
Suatu hari setelah selesai shalat berjamaah maghrib, dia mengejutkan kami dengan berdiri di depan para jamaah yang masih asik berdzikir.
“Bapak-bapak dan ibu-ibu, saya tidak bisa memastikan shalat saya syah. Bagi yang ingin kepastian, silahkan shalat sendiri”, begitu ucapnya mengagetkan kami.
“Kang Dul, silahkan beri penjelasan kepada kami maksud ucapan Kang Dul. Jangan buat kami bertanya-tanya tanpa tahu jawabannya”, saya memberanikan diri bertanya.
“Pada saatnya nanti akan saya beritahukan..,” ucapnya sambil kembali duduk dan melanjutkan dzikirnya.
Tapi ucapannya tidak serta merta membuat kami tidak berjamaah di surau itu, kami tetap ikut berjamaah di belakangnya. Kami yakin ucapannya itu bukan berarti menyuruh kami tidak berjamaah apalagi membuat jamaah sendiri. Kami yakin pengetahuannya soal agama sangat jauh di atas kami, bagaimana mungkin kami lebih yakin dengan shalat kami yang awam bila dibandingkan shalat Kang Dul yang menurut cerita pernah di pesantren selama 15 tahun.
Malam itu kami duduk-duduk santai di surau selepas mengaji Al quran setelah shalat berjamaah magrib. Yah, sambil menunggu adzan isya berkumandang.
“Kang Dul, tadi pagi ada yang nempel pamflet ajakan untuk menonton film Gaza dan Suriah kang. Kang Dul punya rencana hadir atau bagaimana kang? Kelihatannya bagus kang. Belum lagi setelahnya ada pengumpulan Infak untuk Gaza dan Suriah, itukan kesempatan kita untuk ikut membantu saudara muslim kita di sana kang..”, tanyaku pada Kang Dul sambil menyampaikan pendapatku.
Kang Dul  masih terdiam, terlihat masih asyik dengan dzikirnya, meski sudah tidak lagi menghadap ke kiblat.
“Kalau kalian mau ikut, boleh-boleh saja. Kalau saya sendiri tidak berangkat, saya memilih berjualan saja”, jawab kang dul terdengar datar.
“Itu bukannya penting kang, kok Kang Dul tidak berangkat?”, tanyaku untuk kesekian kali bingung dengan cara berpikirnya.
Kulihat kang Dul membuka matanya dan melihat ke arahku, sebentar, kemudian melihat ke jamaah yang lain. Tidak lama dia sudah memejamkan matanya lagi.
“Gaza atau palestina dan Suriah itu wilayah yang sedang berkonflik. Di gaza ada banyak faksi, meski kesemuanya ikut memerangi Israel dengan intensitas yang berbeda, yang jelas mereka berebut kekuasaan. Karena hanya dengan kekuasan itu mereka bisa mendapatkan dana sumbangan dari berbagai negara donatur untuk menutup semua kebutuhan mereka, untuk fasilitas dan gaji pejabat-pejabat mereka yang seringkali lebih didahulukan daripada kepentingan rakyat palestina itu sendiri. Di Suriah juga lebih parah lagi, perangnya antar sesama muslim, meski satu sama lain mengaku dalam posisi benar dan terdzolimi, yang jelas mereka saling membunuh dan memerangi satu sama lain. Belum lagi katanya kelompok yang terdzolimi sekarang malah sering lebih brutal dari yang mendzolimi, sering memunculkan kedzolimannya di internet. Ditambah ada rumor kalau mereka itu sebenarnya kelompok rekayasa bikinan Amerika CS yang diciptakan untuk merusak kestabilan keamanan di wilayah-wilayah islam. Wong Arab saudi saja yang jelas-jelas tidak pro dengan pemerintahan, ikut memerangi ISIS. Itu kan membingungkan. Mbok kalau tidak pro pemerintahan jangan memerangi ISIS, lah mereka malah ikut mendanai penghancuran ISIS. Lah kalau pun benar ISIS itu salah, kan bisa diajak diskusi dulu atau bagaimana, bukan ikut-ikutan main serbu saja ”, Kang Dul menjawab panjang ngalor-ngidul tanpa terhenti sambil memejamkan matanya.
“Maksudnya kami tidak boleh infak di sana kang?”, tanyaku memberanikan lagi.
“Begini, kalau ada uang yang  masuk ke mereka, ke kelompok mana uang itu akan masuk?  Di Gaza semisal kalau ada dana, bisakah dipastikan itu sampai kepada yang membutuhkan atau untuk keperluan perang dengan palestina, bukan malah hanya dinikmati pejabat-pejabatnya?”, tanya kang Dul pada kami.
“Ya tidak tahu kang, beritanya saling tumpang tindih, tidak ada yang sama. Persis seperti berita saat Pemilihan presiden kemarin kang, kacau.” Jawabku masih bingung.
“Apalagi Suriah yang konflik sesama muslim. Kalaupun murni untuk kemanusiaan, pasti hanya untuk salah satu kelompok yang bertikai itu. Meski kemungkinan terbesar itu untuk mendanai peperangan mereka. Apa menurut kalian mendanai kelompok islam untuk memerangi sesama muslim itu bagus atau mendapat pahala?”, lagi-lagi Kang Dul memojokkan kami.
Kami semua terlihat bingung, bingung dengan jawaban Kang Dul yang meski membolehkan kami berangkat tapi tidak menganjurkannya. Belum lagi penjelasan-penjelasan panjangnya yang memang sepertinya masuk akal dan belum pernah terpikirkan oleh kami.
“La maksud kang Dul membolehkan kami berangkat tapi tidak menganjurkan bagaimana? Kalau melihat logika-logika yang Kang Dul sampaikan juga melarang kami pergi, betul begitu kang?”, tanyaku mencoba meminta kesimpulan Kang Dul.
Kulihat kang dul menarik nafas panjang seperti menahan beban berat dikepalanya.
“Itulah mengapa saya berkata ‘saya tidak bisa memastikan kesyahan shalat saya’ dulu, sama dengan situasi yang kau tanyakan sekarang. Bagaimana kita bisa memastikan kesyahan shalat kita dengan keterbatasan kita sebagai hamba. Yang bisa kita lakukan hanya meyakini kesyahan shalat kita tentunya dengan melakukan semua syarat dan rukunnya, untuk kepastiannya kita tidak sampai ke sana. Pun tentang undangan tadi, logika-logika yang saya sampaikan bisa salah dan bisa keliru, tentang berita-beritanya juga bisa salah bisa keliru, karena keterbatasan kita. Itulah mengapa, secara pribadi saya tidak berangkat dengan asumsi-asumsi tadi, tentunya karena berjualan sudah pasti wajib bagi saya sebagai sarana mencari nafkah. Lah untuk kalian, saya takut saya yang keliru tentang pendapat dan beritanya, makanya saya membolehkan kalian berangkat. Paling tidak agar kalian tahu maksud mereka dan sebagai bentuk kepedulian terhadap islam. Meski saya lebih condong untuk menganjurkan kalian agar tidak berangkat dan lebih memilih bekerja untuk menghilangkan kewajiban bekerja..” jawab Kang Dul sangat panjang sambil tetap memejamkan matanya.
Kami sedikit lega dengan penjelasan Kang Dul, meski tetap saja masih banyak bingungnya daripada jelasnya. Kami masih bingung sekaligus tetap kagum pada sosok Kang Dul yang misterius.(Ibnu Kaab)
Solopos, 13/03/2015

Get notifications from this blog