HARIMAU ITU BERNAMA MADRASAH
Berita tentang 3 siswa Madrasah ibtidaiyyah (MI) di
kabupaten Semarang yang menjuarai Olimpiade Sains Nasional (OSN) 2015 tingkat
kabupaten dan tidak diperbolehkan untuk maju ke OSN tingkat propinsi menjadi
berita yang menarik perhatian masyarakat indonesia akhir-akhir ini.
Betapa tidak, belum hilang ingatan masyarakat akan
kacaunya kondisi saat pemilu dan pilpres, masyarakat dibingungkan dan merasa
semakin bingung dengan banyaknya masalah yang bertubi-tubi mulai dari harga BBM,
kisruh KPK versus Polri, Kurs rupiah yang terus melemah dan banyak lagi kasus
lainnya yang sangat mengecewakan.
Nah, dalam kondisi tidak mengenakkan seperti itu muncul
kasus tentang 3 siswa pemenang OSN tingkat kabupaten Semarang yang tidak
diperbolehkan maju ke tingkat Propinsi karena status mereka sebagai siswa-siswi
madrasah yang oleh kompas diberitakan dengan istilah “Pembegalan”. Sontak
publik yang sedang dalam kondisi psikologi tidak mengenakkan, meluapkan
kemarahan mereka dengan tanpa kendali, malah cenderung kebablasan mengingat
komentar-komentar mereka yang tidak lagi hanya dalam konteks pendidikan, tapi
sudah membawa-bawa kalimat-kalimat seperti zionis, pemerintahan dzolim dan
lain-lain.
Mungkin terlalu berlebihan memang jika dibahasakan dengan
pembegalan, meski esensinya sama, yang jelas siswa –siswi itu tidak
diperbolehkan maju ke tahap selanjutnya dengan alasan mereka adalah siswa-siswi
madrasah ibtidaiyyah yang meski sama dan setingkat sekolah dasar tapi juknis
dalam lombanya mensyaratkan pesertanya adalah siswa sekolah umum (bukan
madrasah) dengan mengacu kesepakatan antara Kemendikbud dan Kemenag pada tahun
2009 yang memberi kewenangan pada kemendikbud untuk melaksanakan OSN dengan
peserta siswa sekolah umum dan Kemenag untuk melaksanakan Kompetetisi Sains
Madrasah (KSM) untuk siswa yang bernaung di kemenag (baca : madrasah).
Beruntung pada akhirnya Anies baswedan sebagai pemimpin
tertinggi di Kemendikbud memberi sinyal positif dengan rencana membuka
kepesertaan OSN untuk semua siswa baik dari kemendikbud, Kemenag atau pun dari
dinas lainnya meski dengan tetap ada pengecualian pada sekolah dengan pembinaan
khusus seperti sekolah olah raga dan lain-lain. Meskipun sampai sekarang belum
ada kabar tentang ketiga siswa madrasah itu mengenai kelanjutan status mereka,
yang jelas berita ini cukup memberi angin segar dan harapan untuk kalangan
madrasah untuk mengikuti OSN di tahun-tahun selanjutnya.
Harimau
yang terbangun
Kalau melihat sejarah pendidikan di Indonesia, sebenarnya
madrasah adalah pioner institusi pendidikan yang bermula di surau atau masjid
yang kemudian berkembang dengan tempat atau gedung tersendiri. Hanya saja,
entah mengapa status mereka sebagai institusi pendahulu tidak serta merta
menjadikan mereka menjadi terdepan dalam kemajuan dan bahkan cenderung selalu
ada di belakang tertinggal jauh dari saudaranya yang diberi label sekolah,
meski memang ada satu dua madrasah yang secara kualitas lebih baik dari sekolah
tapi itu tidak serta merta menutup lebih banyaknya madrasah yang berkualitas
tidak baik.
Kenyataan yang menunjukkan selalu dibelakang itulah yang
akhir-akhir ini terlihat menjadi acuan mereka untuk kembali bangun dari
keterpurukan dan tidur panjang mereka untuk menunjukkan bahwa merekalah pioner
dan layak serta bisa menjadi terdepan dalam pendidikan.
Tidak usah jauh melihat ke kota Malang atau propinsi
Aceh, di soloraya sendiri kenyataan itu sudah terlihat jelas di depan mata.
Sukoharjo semisal, madrasah ibtidaiyyah sudah menjadi (maaf) momok bagi
kalangan Sekolah dasar dengan kualitas mereka yang terlihat selalu lebih unggul
di segala cabang, entah itu di Sains, Seni, Keparamukaan dan lini lainnya.
Kemajuan madrasah pun tidak berhenti di kualitas semata,
soal kuantitas pun akan lebih mencengangkan lagi dengan prosentase siswa mereka
yang lagi-lagi sangat menyengangkan. Di Sukoharjo semisal, ada MI N Jetis
dengan seribuan siswa, MI N Sukoharjo dengan 900-an siswa, MI N Grogol di ujung
selatan kabupaten Sukoharjo dengan 500-an siswa dan masih banyak lagi madrasah lainnya.
Kuantitas itu akan sangat terlihat besar mengingat rata-rata sekolah tingkat
dasar di Sukoharjo hanya di kisaran 150-an siswa dan bahkan untuk
sekolah-sekolah tertentu hanya di kisaran 100-an siswa sehingga tahun-tahun ini
banyak sekali terdengar kasus sekolah yang harus di re-grouping karena jumlah
siswa yang tidak mencukupi.
Kemajuan ini sebenarnya adalah berita bagus di bidang
pendidikan kita, khususnya sebagai ajang bersaing secara positif dan saling
mendorong untuk maju. Konsep Coopetition yang diperkenalkan oleh John Forbesh
Nash mulai tahun 1913 semisal, yang mengajarkan bahwa persaingan yang didasari
semangat dan cara positif akan membuat berkembang pesaing kita sambil mengambil
pelajaran kekuatan yang berharga dari mereka. Hanya saja sering kali hal ini
dibaca sebagai ‘berita buruk’ bagi kalangan yang tidak menerima kenyataan dan
hanya menginginkan posisi nyaman.
Pernyataan Anis Baswedan yang menyatakan bahwa keputusan
membuka akses kepesertaan OSN untuk semua siswa tanpa memandang kementerian
tempat sekolah mereka bernaung dengan harapan semakin menambah anak indonesia
untuk berkesempatan belajar dan berprestasi melalui ajang kompetisi terbaik
yang diadakan oleh kemendikbud setidaknya menjadi titik awal yang baik untuk
mensinergikan kekuatan madrasah yang bangun dari tidurnya dengan kemampuan
lebih sekolah umum untuk membangun kembali dan meneruskan cita-cita pendidikan
indonesia untuk
Get notifications from this blog
salam sahabat blogger semua...
BalasHapussemoga dollar terus mengalir ke semua sahabat blogger semua..
TERIMAKASIH...